Dari Kasus MS, KUSKEOLOGI Minta Kejati Riau Optimalkan Momen Bersih-bersih 'Aroma Busuk' di BPN

16 Juli 2023, 21:48 WIB
Ilustrasi /Fahmi/ RealitaRiau.com/

REALITA RIAU - Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, Muhammad Syahrir, didakwa menerima hadiah atau janji, gratifikasi dan pencucian uang.

Selain terima dari Sudarso, selama menjabat Kakanwil BPN Riau 2019-2021, Syahrir juga terima gratifikasi dari anak buahnya maupun beberapa perusahaan yang mengurus hak atas tanah dengan nilai mencapai Rp15.188.745.000.

Perusahaan tersebut di antaranya, Eka Dura Indonesia, Riau Agung Karya Abadi, Peputra Supra Jaya, Sekarbumi Alam Lestari, Safari Riau/Adei Plantation, Perdana Inti Sawit Perkasa, Surya Intisari Raya dan Meridan Sejati Surya Plantation.

Baca Juga: Kepercayaan Publik Terhadap Polri Terus Meningkat, Milenial Activist Institute yakin Pemilu 2024 Berjalan Aman

Tidak hanya itu, Syahrir ternyata juga menerima gratifikasi ketika menjabat Kakanwil BPN Maluku Utara 2017-2019.

Juga melalui anak buahnya maupun langsung dari perusahaan yang mengurus hak atas tanah.

KPK menghitung jumlahnya sebesar Rp5.785.680.400. Total keseluruhan gratifikasi berupa uang Rp20.974.425.400.

Baca Juga: Selama Bulan Mei 2023, Sebanyak 3.776 Wisatawan Mancanegara Berkunjung ke Provinsi Riau

Dalam data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Syahrir enggan menyampaikan Alias menyembunyikan uang yang diduga dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.

Modusnya, menukarkan mata uang asing ke rupiah; menitipkan uang ke bank atasnama orang lain maupun membeli sejumlah tanah dan bangunan.

Hal itu terungkap dalam persidangan perkara suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengurusan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (PT AA), Selasa, 23 Mei 2023 yang lalu.

Baca Juga: Serahkan SK Penisun PNS di Sebelum Purna Bakti: Bisa Membantu Pensiunan dan Keluarganya

Hari itu, Penuntut Umum KPK, Rio Frandy dan rekannya, menghadirkan enam saksi. Semuanya anak buah Syahrir di lingkungan BPN Riau ketika masih menjabat.

Kasus ini terkait dengan urusan perpanjangan HGU Adimulia Agrolestari. Syahrir meminta uang Rp3,5 miliar pada Sudarso.

Tapi baru SGD 112.000 yang diserahkan pada 2 September 2021. Sisanya setelah permohonan disetujui.

Baca Juga: Malaka Tujuan Populer Penduduk Riau untuk Berobat dan Berlibur, Berikut 2 Transportasi yang Dapat Digunakan

Keterangan saksi dalam persidangan menuai respon dari Kaukus Keadilan Ekologi Indonesia (KUSKEOLOGI), yang sebelumnya juga sempat mengadukan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum di lingkungan BPN Riau ke Kejagung RI, April lalu. Yakni, TS yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Siak.

Rifki Fernanda Sikumbang, Koordinator Kuskeologi menyampaikan pola praktik Gratifikasi yang menjerat syahrir tidak ekslusif dan melibatkan kewenangan lintas sektor di internal BPN Riau.

"Ini kan kerja sama lintas sektor di internal, kewenangan antar perangkat untuk memuluskan proses administrasi pertanahan seperti itu sangat vital, sehingga patut di duga ada dan masih serupa polanya untuk kasus yang sama atau urusan yang berbeda" Pungkasnya.

Baca Juga: Titip Nama Anak di KK Orang Lain untuk Masuk Sekolah Negeri, Disdik Riau: Kondisinya Seperti Itu yang Terjadi

Rifki juga menyebutkan proses urusan administrasi pertanahan di lingkungan BPN Riau dengan isyarat "aroma busuk".

Ia juga menilai kasus Syahrir sebagai momentum Kejati Riau untuk melakukan bersih-bersih, terutama atas laporan yang pernah pihaknya sampaikan ke Kejagung RI.

"Kita pernah publis agar KPK kembangkan dan mengusut tuntas kasus Syahrir. Serupa tapi tak sama, kita juga mengharapkan agar Kejati Riau gunakan momen ini untuk bersih-bersih aroma busuk tersebut. Laporan pengaduan kita ke Kejagung sejak april lalu adalah sinyal untuk Kejati Riau bertindak aktif" pungkasnya.***

Editor: Fahmi Rezza Putra

Tags

Terkini

Terpopuler